Rabu, 09 Maret 2016

Takdir

Entah apa yang kupikirkan saat aku mulai menulis surat ini. Yang saat ini kurasa hanya sesak yang memenuhi dadaku memaksa untuk dikeluarkan. Ini bukan surat cinta. Ini surat biasa yang kucoba tulis dengan hati berisi desakan-desakan serta rintihan yang mendobrak dari alam bawah sadarku. Aku sudah biasa dipermainkan takdir. Contoh sederhananya adalah ketika aku mencintai seseorang yang nyatanya tidak menoleh sedikitpun padaku, kemudian di saat kuberniat melupakannya yang terjadi adalah dia selalu ada di sekitarku. Semudah itu takdir membolak-balikkan perasaanku. Namun bagiku dibolak-balik oleh takdir perihal cinta hanyalah masalah biasa, aku sudah kebal. Kini sepertinya takdir masih ingin mempermainkanku, ia mungkin merasa jika aku sudah kebal jika ia memainkan cinta, sehingga ia mencari celah lain yang bisa menyakitiku sedemikian rupa. Dan, gotcha! Dia menemukannya. Ia mempermainkan jalan hidupku. Menyakitiku tanpa ampun dengan segala rencananya yang bahkan tidak kutahu sama sekali. Teruntuk, takdir. Bisakah kamu membiarkanku bernapas sejenak dan berhenti mempermainkanku? Aku lelah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar