Kamis, 05 November 2015

Teruntuk Bunt ku yang (saat ini) jauh

Semuanya yang aku lalui sekarang terasa sangat berbeda… Dan aku masih saja belum terbiasa menjalaninya… Saat aku membuka mata di pagi hari dan menyadari bahwa hari di hari itu aku tidak akan bertemu kamu, Ingin rasanya aku membenamkan wajahku di balik bantal untuk kembali tidur seharian… Aku masih belum terbiasa dengan sms, “sayang, udah bangun? Mandi terus nyari sarapan ya, baek2 disana..” Karena aku terlalu terbiasa dengan sms, “sayang, udah bangun? Mandi abis itu sarapan". Aku masih belum terbiasa menghabiskan waktu sebanyak ini setiap harinya, Karena aku terlalu terbiasa menghabiskan waktu yang selalu terasa singkat bersamamu. Aku masih belum terbiasa menerima sms dengan kata-kata, “yang sabar ya sayang, maafin bunt ga bisa di samping jenong” sebagai balasan atas smsku tentang sakit yang aku rasakan, Karena aku terlalu terbiasa dengan kata-kata, ”bentar yah syg, bunt kesitu”, lalu ga lama kemudian kamu mengetuk pintu dan menemaniku melewati saat-saat sulitku… Kamu luar biasa sayang… Satu-satunya lelaki luar biasa yang tak pernah bosan menghabiskan waktu seharian bersamaku… Menjalani aktivitas yang sama, memutari dan melewati jalan yang sama, mengunjungi tempat-tempat yang sama, bahkan makan di tempat yang sama… Satu-satunya lelaki luar biasa yang membuat waktu selalu terasa berlari…Mengawali hari dengan sarapan pagi, dan dengan sangat terpaksa harus segera menutup hari karena waktu tiba-tiba sudah beranjak larut… Namun aku tak pernah khawatir karena ada hari berikutnya, yang akan selalu menyenangkan jika aku lewati bersama kamu… Satu-satunya lelaki luar biasa yang selalu dengan sabar mendampingiku, bahkan di saat tersulitku, Menjagaku saat sakit menyerangku, menemaniku saat semua terasa begitu berat, menghapus setiap tetes airmata yang mengalir saat kesedihan dan kegalauan datang, dan menguapkan semua amarah saat aku tak mampu mengendalikan emosiku… Kamu lelakiku, lelakiku yang luar biasa, semua berkata bahwa aku beruntung bisa memilikimu dalam hidupku, aku memang perempuan paling beruntung sayang, sampai-sampai aku punya pikiran, “apakah kamu beruntung memiliki perempuan sepertiku dalam hidupmu?” Aku merindukanmu… Rindu memutari Medan/Tebing dengan supra hitammu… Rindu menghirup aroma parfum yang bercampur keringatmu… Rindu menghapus keringatmu saat kamu makan dengan lahap… Rindu memainkan rambutmu yang acak-acakan… Rindu senyum polosmu saat aku kesal dan mengingatkanmu atas kekonyolanmu diatas motor ngebut... Rindu semua yang biasa aku lakukan bersamamu… Aku bahkan tak bisa mengatakan ini rindu setengah mati karena rindu ini benar-benar sudah tak mampu aku baca… Rindu yang bahkan sudah tak mampu lagi aku urai… Aku hanya tau dan yakin bahwa aku memang merindukanmu… Tak pernah sedikitpun terpikirkan bahwa kita akan seperti ini sayang… Aku benci harus selalu ingin bertemu dan memeluk kamu setiap rindu ini datang…Aku benci pada jarak yang tak bisa sedikit lebih pendek untuk memudahkanku meraih tanganmu… Aku benci selalu merasa kosong tanpa kamu.. Aku benci merasakan setiap rasa sakitku karena tak ada kamu yang mengusap dahiku dan berkata bahwa semuanya akan segera berlalu… Aku benci menatap wajah pucatku di cermin karena tak ada yang bisa meyakinkanku kalau aku tetap cantik walau dalam keadaaan sakit.. Sampai-sampai aku ingin melemparkannya ke luar jendela jika tidak segera menyadari bahwa uangku tidak cukup banyak untuk membeli cermin yang baru, Aku benci memikirkan apakah kamu juga merasakan hal yang sama denganku… Satu persatu rasa takut datang menghampiriku… Aku takut aku tak bisa menjalani kehidupanku dengan normal tanpa ada kamu di samping aku… Aku takut aku menyerah karena tak mampu melewatii semua ritual kehidupan baruku sementara kamu berada jauh di sana. Aku takut kemampuanku untuk membendung rasa rindu sudah habis sampai-sampai tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain menangis tanpa henti.. Aku takut kamu terus menerus merindukanku sampai merasa bosan dan akhirnya memutuskan untuk tak lagi merindukanmu… Tapi di sisi lain aku bahagia… Aku bahagia karena aku masih bisa mendengar suaramu, walau tak bisa menatap wajahmu secara langsung… Aku bahagia masih bisa mengetahui kegiatanmu dan memberitahumu tentang apa yang aku lakukan dari jarak yang begitu jauhnya… Aku bahagia tetap bisa mendengarmu mengucap kata “I LOVE YOU” dengan nada yang masih sama seperti saat pertama kamu mengucapkannya padaku… Aku bahagia masih bisa bertahan dan menjalani semuanya dengan baik di tengah segala keraguan dan ketakutanku… Aku bahagia masih tetap memilikimu dalam hidupku… Walau keadaan sudah tak seperti dulu… Aku bahagia walau cinta kita tidak terlalu besar, namun cukup besar untuk tetap saling menjaga… Aku bahagia karena kamu tetap membekaliku dengan keyakinan bahwa kita akan kembali berjalan berdampingan dalam keadaan yang jauh lebih baik… Aku tau, aku rapuh, aku lemah, tapi aku punya kamu di sana yang selalu menguatkanku… Akupun di sini melakukan hal yang sama, aku akan selalu menguatkanmu dan meyakinkanmu bahwa semuanya akan bisa kita lewati… Karena aku tau kamu tak sekuat itu sayang… Kamu terlihat sangat kuat karena ada aku yang lemah di samping kamu…:) dan aku di sini akan selalu berusaha agar kamu tetap terlihat kuat walau sekarang aku tak lagi bisa mengisi hari-harimu secara nyata… Aku menyayangimu, lelaki hebatku… Aku mencintaimu dengan segala kelebihan dan kekuranganku… Aku akan menunggu saat di mana kau datang dan menawarkan diri untuk menjadi pemimpinku. Aku yakin semuanya akan indah pada waktunya… Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan kekuatan yang lebih pada kita…Untuk selalu menjaga hati dan cinta yang kita miliki… Untuk bisa melawan semua rasa rindu dan rasa ingin bertemu… Ini sulit buat aku, tapi akupun yakin ini tak mudah buat kamu.. Tapi aku percaya kita pasti bisa melewatinya… Aku selalu ingat kata-katamu di sesi obrolan serius kita sebelum aku pergi,Kamu berkata bahwa ini bukan akhir dari hubungan kita, hanya babak baru dari kehidupan cinta kita… Agar cinta kita bertambah kuat… Karena sebelumnya cinta kita tidak pernah diuji… Kita tidak akan pernah tau seberapa kuat cinta kita jika kekuatan cinta kita tidak pernah teruji… Aku akan bersabar sayang… Aku akan menunggu saat di mana aku bisa sepenuhnya milikmu dihadapan Tuhan… Peluk sayang Jenong mu

Jumat, 30 Oktober 2015

Tak Terhingga Bunt

Kita seraut kisah di garis bilangan yang berjalan dari titik minus. Dua bilangan yang saling mendahului walau aku yang lebih sering berada di depanmu beberapa langkah – menoleh ke belakang dan tertegun menyadari bahwa kau tetap diam di tempat – tak mengejarku yang sudah berjalan perlahan-lahan.

Kita masih berada di titik minus dan itu membuatku frustasi sekali dua kali lalu berlindung di bawah tanda akar yang memulihkanku dalam status tak terdefinisi – hingga kau sadar bahwa aku hilang dan aku berarti.
Ada saatnya aku tak sanggup lagi – ingin melompat tak bilang-bilang atau berlari kencang saja – meninggalkan atau ditemukan pada titik yang memperlakukanku sebagai ada. Lelah, tapi kau tak juga bisa membaca arah. Hingga di setiap bilangan prima aku berhenti dan tersadar bahwa hanya engkau yang bisa jadi pembagi.
Kadang kita memang harus mundur ke belakang lalu merekonsiliasi, berpegangan, saling menggenggam bukan membawa kabur keegoisan lalu lari sendiri-sendiri. Kita ini sepasang – tak ada yang sempurna memang – bahkan angka nol itu sendiri. Dan akhirnya kita berdiri di sini, di titik ini. Mulai membangun dari awal lagi.
Aku memberimu kesempatan – lalu kau menambah kecepatan dengan pangkat yang berlipat– berjalan satu satu di garis bilangan positif. Mesyukurimu yang secara ganjil dan genap memupuk cinta dan perhatian setiap hari hingga aku tak perlu mengemis lagi.
Kita memang melangkah dari awal sekali – dari ketiadaan hingga menjadi sebuah keadaan yang kusyukuri. Aku mencintaimu hari ini, dan esok, akan kukatakan hal yang sama lagi. Tak usah kita lihat hal-hal yang terjadi di belakang – anggap saja sebuah pembelajaran, toh garis bilangan negatif sudah terlalu jauh dari jarak pandang.
Aku masih ingin bersamamu – hingga di titik tak terhingga.     -B-

Mei untuk Maret: Hati-hati di jalan

"Maret, hati-hati di jalan"
sadari lah, aku selalu mengucapkan kalimat itu..
Begitu juga dengan mu, kamu juga selalu membubuhi kalimat hati-hati di jalan saat aku hendak bepergian....
Mungkin kamu gak menyadari bahwa kita selalu mengucapkan kalimat itu saat kita mau terjun kembali ke putaran waktu yang memisahkan kita untuk sementara waktu..
Kadang aku berpikir kenapa harus kalimat itu, tapi akhirnya aku sadar..
"Karena kalimat itu adalah doa dan lebih ringan dibanding kesiapan kita masing-masing untuk mengucap selamat tinggal atau sampai jumpa. Aku akan terus mengucap itu hingga seterusnya pada masa aku menunggumu pulang, duduk depan tv, menyiapkan cemilan, dan membuka pintu. Aku menyambutmu tidak lagi untuk berpisah tetapi untuk bertemu. Kembali ke tempat yang sama yang kita sebut “rumah"    -B-

Wibawa

Mereka bilang cinta itu butuh wibawa. Aku pun percaya lalu mengangguk sekali dua kali.
“Aku kuat kok. Karena ini masalah waktu, hanya membiasakan hal yang tidak biasa” – lalu aku menangis dalam diam. Senyum-senyum sipu sampai bermuka merah.
“Aku bisa sendiri kok” – lalu aku berjalan dalam hening berandai-andai jika kita bersisian.
“Aku baik-baik saja kok” – lalu aku menjadi sibuk beranjak kelelahan agar tak merindumu.
Rindu itu harus dihemat, diam-diam tak diungkap, nanti nilainya pudar. Rasanya jadi hambar. Setuju?
Mereka bilang cinta itu butuh wibawa. Aku pun percaya lalu mengangguk sekali dua kali –karena memang tak perlu setragis itu.
Sesederhana itu bukan?-B-

Setidaknya


Jangan bermimpi terlalu tinggi. Nanti kau sakit.
"Setidaknya aku sudah melangkahkan kaki menuju kesana - walau hanya satu atau dua. Aku bisa merasakan aromanya sedikit demi sedikit. Semakin dekat, semakin pekat"
"Setidaknya aku sudah pernah memimpikannya - setiap hari. Aku bisa merasakan tangan Tuhan sedang merumuskan keajaiban pada doa yang terpanjat di sela keraguan"
"Setidaknya, jika pada akhirnya hal itu tak pernah kugapai - aku tak akan sakit. Aku sudah berjanji pada diri sendiri bahwa air mata ini jangan dibawa saat aku kalah. Tapi saat aku berubah menjadi serakah atau terlalu mudah menyerah"

Setia atau Bodoh???


Setia dan Bodoh kadang bedanya tipis, mungkin setipis kulit bawang :) Pernah terjebak dalam situasi terlalu sayang dengan Orang/sesuatu yang ternyata orang atau sesuatu itu malah mengabaikan, atau tidak membuatmu nyaman??? kebanyakan orang terlalu takut untuk sendiri, takut merasa sepi hingga dia pun mengabaikan rasa sakitnya dengan "Bertahan" pada sesuatu yang seharusnya "Dilepaskan". Setia itu memang suatu keharusan tapi dalam hal yang wajar. Banyak orang yang membohongi diri sendiri dengan berkata bahwa dia baik-baik saja, walaupun kenyataannya dia jauh dari kondisi baik. positif thinking aja mungkin dia gak tau gimana itu yang namanya "baik-baik saja" atau mungkin dia tau tapi sengaja untuk tidak tau *ah ribettt*
Tapi intinya ketika kamu mendapati diri kamu terluka, sakit, menderita, atau apapun yang berdampak buruk buat pribadimu maka ketahuilah kadang kamu harus bersikap lebih manusiawi kedirimu sendiri. Kalau bukan kamu yang sayang sama diri kamu sendiri terus siapa lagi??? Kita memang diajarkan dari kecil untuk mengutamakan kepentingan orang lain TAPI bukan kebahagiaan orang lain. harus bisa dibedakan. Jangan jadi naif dengan berkata "suatu saat pasti orang itu/sesuatu itu akan berubah, mungkin keadaan sekarang memang harus gini, besok pasti balik normal kok" NO!!! gak akan ada yang berubah kalau kamu gak memulainya!!! Jangan menggantungkan kebahagiaanmu pada sesuatu atau seseorang krn semuanya gak akan bertahan lama. Sayangi dirimu sendiri dulu, ingat ya "No one will ever love you, if you are incapable of loving your fucking. Self" kalau memang udah waktunya melepaskan ya lepaskan. jangan terus menerus sembunyi dibalik kata Setia dan membohongi diri sendiri, karena positif thinking dan membohongi diri itu hampir susah dibedakan. Bahagia itu hanya sebatas Lepaskan dan ikhlaskan. -B-

Minggu, 23 Agustus 2015

Aku (Tak) Marah

Aku tak marah ketika kamu memilih menyerah. Aku meredam. Diam. Sesenggukan. Terlalu takut berharap kamu mau mendengarkan. Peduli. Aku tak marah saat kamu memilih pasrah. Pada keadaan yang terlalu jalang untuk kita taklukkan. Terlalu sakit untuk aku abaikan. Terlalu tak penting untuk kamu pedulikan. Sungguh aku tak marah saat kamu sembunyi. Membiarkan aku membereskan sisa pertengkaran sendiri. Merapikan hati. Aku tak marah. Aku tak pernah bisa marah. Padamu. Aku hanya marah pada diriku. Karena tak mampu membuatmu memperjuangkanku Dan tinggal. Aku marah Pada diriku.

Kebohonganku Bunt

Ada begitu banyak kebohongan yang aku simpan. Salah satunya adalah merasa tidak apa-apa ketika kamu angkat tangan, menyerah atas kita. Salah duanya, aku merasa baik-baik saja ketika kamu tak ada. Salah tiganya, aku merasa biasa saja saat disana, di dada kirimu, kamu sudah hapus namaku dan menggantinya dengan nama orang lain. Oh, dengan ukiran yang lebih indah. Mungkin.

Rasa Sakitt yang (mampu) tertutupi

*Suatu hari* *Sesaat setelah Patah Hati* Seorang teman bertanya “kenapa kau masih bisa tertawa?” | “Aku akan menangis ketika dia tak bisa lagi tertawa, saat itulah, tawaku ini kukembalikan padanya” *Kebahagiaanmu yang tanpa Aku tetap menjadi kebahagiaanku, walaupun aku berharap bahagiamu itu aku* *Kebahagiaanmu itu prioritasku, walaupun itu "Dengan" atau "Tanpa" aku, tapi ingatlah aku benci kalimat ini yang dengan kata Tanpa

Sabtu, 15 Agustus 2015

Surat untuk Orang Ketiga

Halo.. Hmm, ternyata menulis surat untukmu memang terasa canggung. Aku tidak pernah menyangka akan menulis apapun untuk ditujukan kepadamu. Sebelum ini, kamu hanyalah mantan pacar kekasihku yang keberadaannya mengganggu, bahkan terasa mengancamku. Aku bahkan tidak bisa mereka-reka perasaanku sendiri. Apakah aku ikut berbahagia karena kalian kembali bersama? Apakah aku marah, merasa pacarku telah kaurebut? Apakah aku menyesal selama ini telah membiarkan kalian “tetap bersahabat”? Apakah aku mengutuk diriku sendiri karena telah memasuki dunia kalian? Aku percaya ketika kamu menjelaskan bahwa kalian tidak pernah berbuat sembunyi-sembunyi di belakangku. Kalian tidak pernah diam-diam hanya jalan berdua. Kalian bertemu hanya ketika menghadiri pesta ulang tahun seorang teman atau di acara kumpul-kumpul dengan teman lama. Aku percaya kamu telah merebutnya secara terhormat: dengan menunjukkan bahwa kamu ada untuknya saat dia membutuhkan. Aku percaya, karena itulah yang aku lakukan ketika hubungan kalian berakhir, setahun yang lalu. Aku menjadikan diriku sahabat nomor satu untuknya. Sedemikianrupa sehingga dia tidak memilih untuk kembali padamu, melainkan mencobaku. Seharusnya sejak awal aku sudah tahu. Dia menyebut namamu dan bercerita tentangmu tanpa bisa dihentikan. Setiap kali aku melakukan sesuatu untuknya, dia akan menceritakan apa yang kamu lakukan untuknya. Setiap mendengarkan lagu tertentu, dia akan menceritakan pengalaman kalian berdua. Setiap menemukan hal baru, dia bergegas mencari ponselnya, mengubungimu, menceritakannya padamu.Tapi aku jadi tidak bisa membencimu karena aku tahu, kaulah yang mendorongnya untuk bertahan denganku. Mengajarinya untuk bersabar setiap kami bersitegang. Aku minta maaf bila semua hal itu menyakitimu. Percayalah, aku tidak akan bersamanya setahun lalu jika tidak menyayanginya. Alasan yang sama mengapa kamu bersamanya, dulu dan sekarang. Aku harap kalian berbahagia setelah sekian lama terpisah karenaku. Seandainya tidak ada dia, mungkin kita bisa menjadi sahabat. Tapi setelah semua yang terjadi, lebih baik kita hidup menjaga jarak saja. Kita hanyalah dua orang ketiga dari sudut pandang yang berbeda. Bahagiakan dia.

Cup Cakes

Maret, ini adalah luka di jari telunjukku yang kesekian dari 517 hari jadi kita. Pisau ini tidak salah. Dia membantuku, hanya aku yang tak bisa mengendalikannya dengan terarah. Mungkin aku mengantuk atau terlalu lelah. Aku harap kau tak marah. Dari aliran darah yang mengalir di sela-sela potongan coklat untukmu, aku teteskan satu pada tepung itu. Maaf, ternyata belum cukup, ada air mata yang tak sengaja bercampur tanpa kutahu. Dan, ini sempurna. "Apa kau suka?" "Ini sangat lezat, Mei. Terima kasih. Ini cup cakes terbaik yang pernah kunikmati" Aku bisa melihat sinar kejujuran dari matamu. Kau benar-benar menyukai cup cakes itu Maret. Menyaksikan hal itu membuatku bisa meledak. Meledak karena bahagia. Aku ingin terus membahagiakanmu, Maret, dengan apapun yang aku punya. "Aku menyelipkan bagian diriku di cup cakes" "Pantas saja lezat, pasti ada cinta di setiap hidanganmu" Maret tidak mengerti. Dia masih makan dengan lahap sambil sesekali mengelus kepalaku. "Lain kali, akan aku selipkan hatiku di situ" Maret masih tidak mengerti. Dia terlalu lugu untuk isi hati pacarnya yang tak sederhana.

Dia itu Bunt ku

Dia Bukan pria tampan seperti pangeran di dongeng-dongeng.. dia juga bukan pria kaya layaknya seorang bangsawan.. Dia bukan pahlawan seperti yang lainnya.. Dia Bukan Seperti itu.. Dia hanya seorang pria biasa dengan kedewasaan yang mampu mengajariku tentang perjuangan hidup.. Dia hanya seorang pria sederhana yang kaya hati.. Dia hanya pria yang terkadang menyebalkan dengan keegoisannya, dia juga pria yang keras kepala demi memegang prinsip hidupnya.. Dia pria yang dengan kelebihannya melengkapi hari ku.. dia yang dengan rendah hati mengakui kekurangannya.. Dia kebahagiaanku.. Dialah Bunt ku Pria yang menyayangiku dengan segala kehangatan di pelukannya

Pada Akhirnya Bunt

Bahwa pelukanmu menjadi salah satu tempat yang paling nyaman, dimana kenangan bersenandung dengan riang, aroma parfum yang muncul dari kerah kemeja, napas yang terendus pelan, dan degup jantungmu yang tenang, membuatku terlelap dengan rasa aman. sangat aman. tolong jangan bangunkan aku, karena aku sedang berada pada sebuah garis linear dimana mimpi dan kenyataan berada pada keindahan yang sama.dan aku jadikan dadamu sebagai bantalan tempat sang tulang rusuk telah lama tersimpan yang kini menjadi aku yang kau muliakan. lalu kau sandarkan kepalamu, mata terpejam dengan ringan. kau selalu bilang bahwa senyumku adalah penghilangbeban paling ampuh ketika kau pulang. sementara itu, kupu-kupu menari dalam perut, harapan yang meletup-letup mengiringi doa-doa untuk masa depan yang terselip di sepanjang penghujan, air mata yang enggan keluar, dan perasaan yang muncul tak tertahan bercampur kesyukuran, seakan aku menjadi perempuan paling beruntung yang pernah Tuhan ciptakan.

Jumat, 14 Agustus 2015

Tentang Bunt -Laki-laki Kebanggaanku-

Ini sekelumit cerita tentang laki-laki saya..

Saya selalu menyukai ritual memakamkan rindu di dadanya. Dada laki-laki saya. Seperti anak kecil yang pulang ke rumah setelah seharian bermain bersama teman-teman. Rindu pada omelan bunda tapi tetap tertawa saat dimandikan dan disuguhi semangkuk sup panas. Rasanya menyenangkan dan hangat.

Laki-laki saya adalah hadiah atas (kalau saya boleh narsis) kesabaran saya terhadap lika-liku kekecewaan yang tidak pernah lelah mengetuk pintu hunian. Laki-laki saya adalah pengingat dari Tuhan bahwa saya sudah seharusnya bersyukur atas nikmat yang diberikan.
Laki-laki saya jarang sekali marah padahal suasana hati saya sering berubah-ubah. Jarang pula berbohong bukan karena dia tahu saya benci dibohongi tapi karena dia memang mendidik dirinya sendiri untuk selalu jujur.

Laki-laki saya selalu mengatakan saya cantik padahal saya tidak cantik. Dia selalu mengingatkan saya untuk makan padahal tak jarang saya jadi ngambek karena merasa disuruh-suruh. Laki-laki saya selalu bilang kalau isi kepala saya begitu menyenangkan baginya padahal saya sendiri sering mati bosan dengan hal-hal yang saya pikirkan. Laki-laki saya mampu membuat saya merasa cantik, merasa pandai, merasa percaya diri, dan merasa lebih baik.

Laki-laki saya mampu mematahkan kesedihan saya waktu saya menangis sesenggukan karena merasa terlalu tolol dan lemah dalam menghadapi kenyataan. Dia katakan bahwa saya kuat padahal saya sering menemukan diri saya tak berdaya dan menyerah pada keadaan. Dia mampu membuat saya percaya untuk menjulurkan tangan dan menerima bantuannya saat saya terjatuh dan malas untuk bangkit sendiri.

Laki-laki saya selalu mengatakan bahwa saya perempuan yang tegar padahal saya sering menemukan diri sendiri tenggelam dalam air mata kedukaan. Laki-laki saya tak pernah pergi waktu saya memintanya untuk menunggu. Laki-laki saya selalu ada meski saya pernah begitu marah karena kebencian yang entah datang dari mana.
Laki-laki saya selalu memaafkan meski saya sering menemukan kesalahan diri sendiri begitu memalukan. Laki-laki saya adalah kekuatan yang saya ingat saat saya begitu tenggelam dalam kelemahan. Dia pelita dalam keremangan. Rembulan di langit malam.

Saya pernah begitu marah pada diri sendiri karena merasa begitu tolol dan terlalu banyak cemburu. Laki-laki saya mau repot-repot meyakinkan bahwa saya tidaklah seburuk yang saya pikirkan. Saya pernah salah, dan laki-laki saya tak pernah menolak untuk membenahi. Saya pernah sakit, dan laki-laki saya tak pernah menghindar untuk menemani.
Ada malam-malam yang begitu menyakitkan waktu saya terlalu pengecut untuk menghadapi rindu yang tak pulang-pulang dari kepala saya, dan laki-laki saya meyakinkan bahwa saya tidak sedang rindu sendirian. Dia meyakinkan saya bahwa rindu yang menghampirinya sama bandelnya dengan rindu yang ada di kepala saya.

Laki-laki saya selalu mau repot mengabari saya tiap kali ia akan bepergian padahal saya selalu lalai memberinya kabar. Ia tak pernah marah, hanya sesekali sedikit lebih rewel menanyakan saya berada di mana waktu saya lupa memberinya kabar.

Laki-laki saya tak jarang memberi kejutan lewat tulisan, candaan, atau hadiah-hadiah kecil yang membuat saya sendiri malu karena sering lupa menghadiahi diri sendiri dengan hal-hal yang menyenangkan. Laki-laki saya penyabar yang membuat saya meniru kesabarannya. Dia tenang yang menenangkan. Laki-laki saya tahu kapan harus memperlakukan saya sebagai seorang adik kecil atau sebagai seorang perempuan dewasa yang dia butuhkan.

Laki-laki saya terlalu menyenangkan untuk saya deskripsikan hanya dalam satu tulisan.
Teruntuk kamu, terima kasih untuk 517 hari ini. Mari menghitung lebih banyak lagi.

Kamis, 13 Agustus 2015

Tunggu Saja Bunt

Aku sedang asyik melakukan ritual soreku saat itu – menatap senja sambil ditemani teh hangat di balik kaca jendela kamar – saat ponselku tiba-tiba bergetar. Sebuah pesan.
From: Bunt.
Adakalanya bersyukur itu sulit.
Aku mengerutkan kening demi membaca pesan itu . Aku meneguk teh di gelasku sebelum membalasnya.
Ada apa?
Aku mengetik balasan yang lagi-lagi terlalu singkat untuk menunjukkan kekhawatiranku.
5 detik kemudian ponselku bergetar lagi.
From: Bunt.
Aku ingin hidup normal.

Aku mengernyit. Pesan yang lain muncul kembali.
Aku ingin hidup tanpa beban banyak-banyak laiknya orang-orang. Ingin melakukan kegiatan yang memang sewajarnya aku lakukan. Aku lelah..

Aku menghela napas. Dadaku nyeri.
Aku ingin lepas dari semua beban, ingin pergi jauh-jauh. Berlari. Tapi kan aku laki-laki. Aku harus jalani seberapapun sakitnya untuk diriku sendiri.

Aku diam. Menunggu pesan selanjutnya.
Biasanya aku bawa santai saja, tapi yang namanya hati kalau sudah tertekan maunya mengeluh. Tapi aku tak punya tempat mengeluh, jadi akhirnya jengah sendiri. Akhirnya diam. Nanti juga reda sendiri.
Aku menunggu, tapi pesan yang lain tak kunjung masuk ke ponselku. Aku menghela napas kemudian mengetikkan pesan balasan untuknya.
Manusia itu lemah, jadi wajar jika kamu merasa lelah.
Kamu orang yang hebat. Klise memang, tapi Allah tak pernah memberikan cobaan di luar kemampuan hambanya.
Kuat ya, kamu..
Kita sudah diberi porsi hidup masing-masing. Mau menyalahkan keadaan juga tak mungkin, apa lagi mau dengki sama kehidupan orang lain.
Semua orang punya masalah, dan kamu adalah hati yang terpilih untuk lebih kuat dari yang lain.

From: Bunt.
Iya. Hanya kalimat itu yang bisa membuatku bertahan. Sampai saat ini.
Sudah, ya. Nanti aku menangis. Terimakasih banyak.

Aku meletakkan ponselku dan mulai melamun sambil mengaduk-aduk teh yang sudah dingin. Tak berminat aku meminumnya. Aku beranjak dari tempat dudukku dan mengambil sebuah buku tulis usang milikku.
Drrt.. Drrt..
Pesan lagi.
From: Bunt.
Aku..
Izin beli rokok, ya.
2 batang?

Aku berpikir cukup lama sebelum membalasnya.
Hmm.. 2 batang. Jangan lebih.
From: Bunt.
Iya. 😀

Aku tersenyum masam menatap layar ponsel. Meletakkannya di dekat gelas teh dan aku kembali menatap senja dari balik kaca jendela kamar. Menerawang. Mencoba hilangkan sesak di dada dengan mengagumi rona yang merekah di ujung cakrawala.
Aku menghela napas untuk kesekian kali lalu mulai menulis di buku usangku. Tentangnya lagi.
Biar.. Biarlah Bunt. Saat ini biar rokok yang menemani resahmu. Nanti, akan ada saatnya aku menggantikan posisinya. Memberikan tempat untukmu menyandarkan kepala. Merapikan anak-anak rambutmu yang berantakan. Mengusap linang bening yang nakal menjamahi pipimu. Mengelus dadamu, menenangkan degupmu.
Biar.. Biarlah tuan. Saat ini biar rokok yang menemani gundahmu. Nanti, akan ada saatnya aku menggantikan posisinya. Menghibur hatimu. Mengecup tiap jengkal kesedihanmu. Memeluk erat harapan-harapan yang hampir kau lepaskan. Mengingat kembali mimpi-mimpi yang pernah kau tuliskan. Menggenggam tanganmu, memberi kekuatan.
Nanti, Bunt. Nanti..
Tunggu saja.

Kamu

Mungkin ada baiknya aku itu tidak ada sebelum kamu pergi
Mungkin akan sangat menyakitkan apabila aku sadar
Dan kamu sudah tidak ada...
Sejujurnya, aku jauh lebih memilih kehilangan apapun asal tidak kehilangan kamu

Hujan ini Bunt

Aku tak bisa lebih mati lagi waktu mendengar langkah kakimu yang meninggalkan. Tak bisa lebih sakit lagi. Demi melihat punggungmu mengecil di pelupuk mataku yang hujan.Aku benci Bandara ini, aku benci keadaan ini, keadaan dimana aku terlihat lemah didepanmu, aku benci diri sendiri yang gak bisa melepas kepergiaan mu dengan senyuman dan pelukan, ah aku benci perpisahan.


Jadi aku menunggu menghabiskan waktu dengan menghitung hari kepergianmu. Sambil sesekali menduga-duga, Apakah kau kembali hari ini atau lusa?

Segelas kopi dan secarik kertas usang sudah cukup, Tapi aku masih butuh pena. Aku cukup baik, Tapi aku butuh kau untuk sempurna Bunt, ah aku sadar banyak hal yang kita lakukan yang ngebuat aku susah untuk terbiasa dengan kesendirian ini. Hari ini hujan Bunt, apa kau tau apa yang terpikir diotak ku sekarang??? iya waktu kita berteduh ditempat yang aku kurang tau lokasinya, waktu itu hujan dan kita berteduh dibawah pohon besar depan sebuah puskesmas ah rumah sakit kecil dekat rumah teman mu, seperti biasa aku kedinginan tapi tetap menikmati hujan yang turun kewajahku, dan kamu dengan sabarnya menghapus tiap tetes air yang ada di hidungku, ah bunt, aku rindu kamu...

Hujan, iya aku selalu suka hujan, kita sering hujan-hujanan bareng, dikereta, diboncenganmu, aku selalu merentangkan tangan menikmati hujan, dan kamu dengan bawelnya menyuruh biar aku pakai helm supaya "tidak sakit" katamu..

Bunt, diluar hujan udah berhenti, tapi masih menyisahkan tetesan dimataku, tapi biarlah, toh aku menikmati setiap tetes yang ada, karena disetiap tetesan yang jatuh ada rindu yang ku titipkan untuk mu yang jauh disana...

Rabu, 12 Agustus 2015

Untuk mu Bunt ku

Aku pernah begitu jatuh, lupa cara untuk bangkit dan berjalan lagi. Pernah begitu terpuruk dalam kesedihan-kesedihan atas pengkhianatan dari indahnya setia yang aku jaga rapat-rapat.

Lalu kau datang. Tak menawarkan apa-apa selain pundak dan dada yang melarungkan kesedihan-kesedihan.
Dan aku jatuh telak dalam pelukmu. Dalam pelukan lengan yang terbitkan hangat di dalam dada. Dalam bisik peluk paling puisi yang membuatku merasa begitu dicintai. Dan aku tak merasa harus bangkit dari sana, tak merasa harus pergi dan berjalan lagi.

Bunt Sayang, pelukmu itu obat bagi rinduku yang pesakitan.
Betapa tawamu mampu hadirkan cahaya pada gulita yang membutakan.
Betapa kau begitu memesona bagi hatiku yang rapuh untuk kembali jatuh cinta.
Sungguh semesta mempertemukanku padamu agar aku belajar cara bersyukur.

Maka, jaga dirimu dan rindu (kita) yang mengungkung dadamu baik-baik, sampai semesta mengizinkan temu dan berjanjilah, saat (pertemuan) itu terjadi, kau dan aku akan sama-sama membunuh rindu dalam dekapan-dekapan yang dicatat semesta sebagai terang bagi bintang-bintang baru. Berjanjilah untuk ikut menyaksikan rindu yang mengusik kita selama ini mati satu-satu.
Kamu..

Terimakasih untuk datang di waktu yang tepat.
Terimakasih untuk tak pergi dan memilih memperjuangkan.
Terimakasih untuk mengingatkanku bagaimana cara jatuh cinta.

Kepada laki-laki yang paling pandai menyesaki dadaku dengan debar bahagia dan rindu, aku sayang kamu.

Pelukan mu Bunt

Aku sering menemukan diriku sendiri terbangun di tengah malam dengan napas memburu dan linglung, tak tahu harus melakukan apa. Atau seringkali aku terperangkap dalam sebuah mimpi yang aku sendiri sadar bahwa aku sedang bermimpi tapi tak sanggup bangun. Aku pernah mencoba menampar diriku sendiri beberapa kali di dalam mimpi, tapi tak bangun juga hingga aku menangis keras-keras. Aku merasakan hangat air mata yang meleleh di sudut mataku tapi aku tak sanggup bersuara selain sesenggukan, sadar bahwa aku sedang bermimpi dan benci karena aku tak sanggup bangun saat itu juga.

Pernahkah kau bermimpi lalu yakin sesuatu yang buruk akan terjadi tepat ketika kau bangun dan sibuk mengatur napasmu yang berkejaran?
Lalu tidur menjadi sesuatu yang menakutkan..

Ibu bilang, mungkin aku hanya lupa membaca doa sesaat sebelum tidur padahal aku selalu membaca doa. Sahabatku bilang, aku hanya kurang makan dan minum padahal aku selalu memastikan perutku kenyang sebelum tidur supaya tak terbangun tengah malam karena kelaparan. Lagi pula aku tak menyimpan makanan apapun di kamar untuk kumakan kalau-kalau aku terbangun.

Lalu tidur menjadi sesuatu yang menakutkan..
Percayakah kau pada jimat? Sesuatu yang bertuah, mengusir segala hal yang buruk. Kesialan dan mimpi buruk, lalu mendatangkan keberuntungan.
Aku pernah menemukan diriku begitu terkejut, terbangun tengah malam dengan seluruh badan gemetar, gigi bergemeletuk dan napas tercekat. Lalu aku temukan peluknya, sesuatu semacam jimat yang ajaibnya membuatku langsung merasa tenang. Aku mendekapnya erat, menangis di dadanya. Tak sampai 3 menit, aku sudah tertidur lagi. Lebih pulas.

Paginya, saat dia bertanya apa aku semalam bermimpi buruk, aku berusaha keras mengingat. Sungguh aku hampir lupa. Padahal biasanya, aku akan sulit tidur kembali setelah terbangun karena mimpi dan akan selalu ingat mimpi itu saat hendak tidur sampai tiga hari ke depan.
Dia adalah sebaik-baik jimat.

Pernahkah kau merasa bahwa kau ingin terjaga di dada bidang seseorang, menikmati belaian tangannya di punggung, wangi aroma napasnya dan gerakan dadanya yang teratur? Lalu kau merasa tak penting itu terjaga atau bermimpi sebab dalam keduanya, kau akan bertemu dengan orang yang sama dan rasanya sama-sama membahagiakan.
Itu yang aku rasakan. Saat merajut lelap di dekap dadanya.

Dia adalah sebaik-baik jimat.
Maka setelah kau membaca tulisanku ini, adakah kau mengingat seseorang? Lalu kau ingin berlari, mengendus wanginya dan mendekap dadanya erat?
Maka kau setelah membaca tulisanku ini, adakah sedikit saja air mata meleleh karena buncah rindu tiba-tiba menemukan perciknya di dalam dada? Lalu tanganmu gemetar, sibuk mencari genggam yang selama ini menguatkan?
Maka kau setelah membaca tulisanku ini, masihkah kau menginginkan jawaban?
Sebab dia adalah sebaik-baik jimat.
Sebab dia adalah kau. Bunt ku

Aku tunggu kau di sudut sesal, saat aku terlalu terlambat menjawab pertanyaan “apa arti aku bagimu?” hingga akhirnya kau hilang, tak meninggalkan jejak apa-apa untuk kucari dan kuikuti lagi.
Maka setelah membaca tulisanku ini, maukah kau kiranya pulang, sayang?
Sebab mimpiku memanggilmu kembali. Saatnya aku terlelap dalam dekapmu lagi.

Hanya Sebuah Kemarahan

Teruntuk kamu.

Mungkin kamu tak akan mengerti bagaimana rasanya dirundung kesepian seperti malam-malam yang selama ini kulalui. Ah ralat, maksudku sepanjang tik tok jam yang aku lalui, tak hanya malam-malam lagi. Setiap hari. Sebab toh kamu punya banyak sekali teman, banyak sekali obrolan dan perbincangan, pun rencana-rencana untuk pergi bersama entah dengan siapa yang jelas bukan aku.
Mungkin juga kamu tak akan pernah menyangka betapa pedih rasanya ketika kamu mau melakukan apapun yang seseorang minta, tapi dia tak melakukan hal yang sama. Seperti menjadikannya nomor satu sementara kamu bahkan tak menduduki posisi kedua, ketiga atau bahkan kelima dalam hidupnya.

Mungkin lagi, kamu tak akan pernah mau peduli betapa kamu begitu dicintai dan dibutuhkan. Ah benarlah, toh siapa yang peduli jika dia dibutuhkan? Orang-orang hanya peduli apa mereka membutuhkan atau tidak. Tapi dulu, aku pikir kamu tidak begitu. Tidak seperti orang-orang itu.
Mungkin kamu tidak akan tahu, bagaimana rasanya kehilangan seseorang sementara orang yang begitu kamu rindukan sama sekali tak merasa kehilangan. Ah, aku yakin kamu tidak tahu.
Mungkin yang kamu tahu adalah memanfaatkan waktumu semaksimal mungkin, membuat dirimu lelah sendiri, lalu bercerita panjang lebar atau justru marah-marah pada orang lain yang kebetulan bersedia mendengarkanmu.

Mungkin yang kamu tahu adalah pergi ke suatu tempat. Refreshing, katamu. Menghirup kesegaran suasana baru, tak perlu menceritakan apa-apa. Melakukan hal-hal yang menyenangkan hingga kamu lupa apa yang memberatkan dadamu. Tak salah. Sungguh aku tak menyalahkanmu.
Yang salah mungkin justru aku, memberimu waktu untuk sibuk sendiri, lalu aku kehilangan kamu.
Jadi tak salah sama sekali jika kamu memilih pergi mencari suasana baru, padahal ada aku yang siap mendengar ceritamu. Maka pedihlah hatiku saat kamu sedang lelah dan berkata, “aku tak punya teman bercerita”. Biasanya aku hanya tersenyum saja, padahal aku sudah menunggu ceritamu sejak lama.

Tak salah pula jika kamu memilih melakukan hal-hal yang menyenangkan sendirian, atau bersama teman-teman, atau entah siapa. Maka sedihlah saat aku mengajakmu pergi dan kau menolak. Makin sakit rasanya dadaku ketika kamu justru memamerkan keseruan kamu pergi ke sana, ke sini, ke situ tanpa aku yang selama ini menunggu ajakanmu.

Sekali lagi kamu tak salah.
Yang salah mungkin justru aku.
Kamu tak bertanggung jawab atas pedih, sedih, dan sakit yang aku rasakan karena kehilangan kamu. Yang bertanggung jawab mungkin adalah kesepian-kesepian yang aku ciptakan sendiri.
Mungkin bukan pula salahmu ketika kamu berubah menjadi bangsat.
Mungkin salah kecewaku yang terlalu mengharapkanmu untuk selalu ada dan tak pernah minggat.
Hahaha. Mungkin kesepian itu seharusnya memang dibunuh lalu dihilangkan dari kamus kehidupan. Agar tak banyak orang yang menderita seperti aku di luar sana.
Aku menyayangimu. Sungguh.
Ada dua pilihan bagiku untuk menghadapi kamu. Mungkin aku perlu berkata sarkas, tapi kamu nanti menangis dan sakit hati jika mendengarnya..
Atau aku biarkan kamu pergi. Dan tak pernah mengharapkanmu ada dalam hidupku lagi.
Oh ayolah, aku hanya marah.

Entah marah pada siapa. Bukan.. bukan padamu.
Aku tak mungkin mengatakan hal yang macam-macam karena aku tak mau melihatmu terluka. Tak pernah tega. Aku hanya pergi untuk sementara. Sampai kamu –jika aku beruntung- merasakan kesepian yang sama. Sampai kamu –jika aku beruntung lagi- merindukanku sama besarnya.
Aku hanya kesepian. Kesepian sekali.
Aku hanya sedang rindu. Rindu sekali.
Mungkin bukan hanya aku yang rindu padamu. Perbincangan seru merindukan kita. Kursi di café itu merindukan kita. Orang-orang aneh yang minta menjadi topik olok-olokan merindukan kita.
Ah.. Sudah, sudah.. Kamu tak perlu memikirkan tentang sakitnya sepi yang mengiris nadi. Itu urusanku. Kamu pergilah. Sampai kamu temukan hal-hal yang membahagiakan. Kelak ketika kamu merasa lelah, dan benar-benar tak ada yang mendengarkanmu, kamu bisa temui aku lagi.
Aku menunggu ceritamu lagi. Dengan secangkir kopi.
Semoga saat nanti, kalau kamu benar-benar datang, kamu datang seperti yang dulu, bukan yang bangsat seperti ini.
Dari yang mencintaimu pun yang terluka karena kehilangan kamu.
Nb: Untuk kamu yang membaca, pikirkan. Mungkin ada orang di luar sana yang telah lama kamu abaikan. Kamu biarkan tenggelam dalam kesepian. Sendirian.
Maka ambil ponselmu. Hubungi dia. Beri waktu bagi rindu-rindu untuk luntur dalam pertemuan kalian. Pada perbincangan yang menyenangkan. Percayalah, mereka merindukanmu. Sangat merindukanmu. Peluklah. Lalu katakan kamu pun merindukannya.

Aku Mencintai Mu




Aku mencintaimu.
Tak pernah sedikitpun terbersit niat dalam pikiranku untuk menyakiti kamu. Bahkan buruknya aku di pikiranmu, menyakiti diriku sendiri. Aku selalu ingin menjadi yang paling baik di matamu. Karena aku mencintaimu.

Aku mencintaimu.
Hingga apa-apa tentangmu yang tak berhubungan denganku selalu berhasil membuatku cemburu. Aku ingin menjadi satu-satunya bagimu, sebagaimana kamu yang menjadi satu-satunya bagiku. Karena aku mencintaimu.

Aku mencintaimu.
Setiap puisi cinta yang aku tulis, selalu lahir darimu. Selalu tentang kamu. Selalu mengabadikan tiap indahmu bagi desirku. Karena aku mencintaimu.

Aku mencintaimu.
Maka Jangan ragu pada perempuan ini, sayangku.
Sebab ia mencintaimu dan bersyukur atas kehadiranmu. Utuh.
 

Senin, 10 Agustus 2015

Apa yang Aku Lakukan ketika MERINDUKAN mu ~LAGI~


Dear Bunt,
Apa kamu tahu yang aku lakukan ketika merindukanmu?
Aku menulis banyak tanpa kenal waktu. Jika tak sempat menulis di kertas atau koneksi internet membuat tuan segi empat yang setia di meja kamar menjadi lemah dan mengantuk, maka aku merangkumnya dalam pikiranku dan membiarkan sang tokoh di kepalaku mendongengkannya setiap malam. Sesekali dia datang saat aku duduk dalam angkot atau menyusun laporan yang harus selesai sore hari, dia masih saja bisa nyelip di laci memori. Loh Bunt, kenapa aku jadi pengkhayal melulu? Ah iya, kamu pun banyak mondar-mandir di pikiranku tanpa izin dulu. Apa aku di kepalamu juga sering iseng begitu?

 Apa kamu tahu yang aku lakukan ketika merindukanmu???
Aku mencatat target belajar dan pekerjaanku hari itu dan mengerjakannya dengan rajin seperti pesanmu. Atau jika tidak, dengan sebisaku. Aku tak sabar untuk menceritakan keberhasilanku atau keberanianku mengalahkan ketakutanku. Begitupun kamu, aku yakin kita bisa menghadapi semua yang terbentang satu-satu. Aku ingin menjadi rajin, karena seperti katamu, aku bertanggung jawab pada diriku sendiri. Lagipula Tuhan suka orang yang rajin. Aku ingin dikasih hadiah dan diberi kemudahan untuk segera bertemu kamu. Loh Bunt, kenapa aku jadi pamrih begini? Ah iya, tak apa, Tuhan kan baik sekali.

Apa kamu tahu yang aku lakukan ketika merindukanmu???
Aku banyak berdoa pada Dia yang mengendalikan hati manusia, hatiku dan hatimu. Rindu membuatku bersyukur dan menjadikanku dekat dengan-Nya dan seakan terhubung denganmu. Saat aku tak mampu melakukan apapun, aku berdoa yang panjang dan membujukNya agar kamu sehat-sehat selalu dan didekatkan pada yang kamu mau. Saat aku merasa tak mungkin berbuat apapun, aku percaya bahwa Tuhan Menghendaki segala sesuatu asalkan bersabar dan percaya. Lagipula yang baik untuk manusia belum tentu baik di sisi-Nya jadi berserah saja. Loh Bunt, kenapa aku jadi bijak begini? Ah iya, kan baru belajar. Hidup dan waktu yang jadi pengajar.

Apa kamu tahu yang aku lakukan ketika merindukanmu???
Aku bermain-main dengan rencana. Mencari tahu tempat ini dan itu agar siapa tahu suatu hari kita bisa kesana. Makan yang enak dan makan yang banyak. Atau jalan-jalan sampai kelelahan. Ah Bunt, tapi apa kamu mau? Jika tidak mau, dengar saja ceritaku ya. Aku akan mencobanya sendiri. Asalkan janji, jangan iri. Tapi kalau kamu tak iri, aku bisa menangis berhari-hari. Ah ternyata, aku salah karena kamu PASTI peduli. Karena Kamu SELALU TAU dan SELALU MENGERTI APA yang sedang ku inginkan

Apa kamu tahu yang aku lakukan ketika merindukanmu???
Aku mengirimkanmu puisi di siang hari untuk kamu dengar sebelum tidur. Simpanlah, itu puisi-puisi kesukaanku. Jika kamu pikir itu mengganggu, pasrah pada sinyal yang tak tentu justru lebih membuatku terganggu. Akhir-akhir ini aku harus beradu cepat dengan waktu yang tak ramah dan mengambil alih perhatianmu hingga aku menjadi mudah marah. Tenanglah, aku menyimpan amarah itu sendiri dan akan kulampiaskan pada pengemudi yang tak tahu diri hampir menabrak para pejalan kaki yang berlari-lari seperti dikejar hantu setiap pagi. Tak apa, anggap saja mereka buta warna sehingga tak bisa membedakan warna merah dan hijau seperti katamu atau tak punya cukup dana untuk membeli mobil bagus dengan rem kualitas bagus sehingga etika sering kali tergadai untuk menutupi biaya gengsi dan malu. Loh Bunt, kenapa aku jadi seperti akan menyusun essay dan curhat begitu? Ah iya, aku memang kangen curhat padamu.

Apa kamu tahu yang aku lakukan ketika merindukanmu???
Aku menjadi mudah berair mata. Ada nyeri di dada yang datang sesekali atau sebongkah perasaan yang mampir di sekitar rahang sehingga membuatku sulit tersenyum dengan riang. Tapi jangan sering begitu, katamu, tak baik untuk kesehatan. Nanti cepat tua! Ah, AKU KAN INGIN CANTIK. Bagaimana dong? Air matanya sering nyelonong keluar sendiri, Bunt. Aku terlalu cepat terbawa perasaan. Lalu aku bisa berubah menjadi iri hati pada mereka yang bisa bertemu sesuka hati. Tapi tetap saja tak mensyukuri. Ah, mungkin memang lebih baik aku menjauhi film, fiksi, atau lagu yang sedih-sedih. Walaupun kamu tahu, aku suka sekali genre melankolis semacam itu. Pada akhirnya, aku hanya ingin berpesan bahwa aku akan selalu ada untuk mendukungmu. Janganlah kalah dengan kesibukanmu, yang membuat kita terpedaya seperti tak lagi menyapa atau lupa. Janganlah berpaling dengan keakuanmu, yang menyulitkanmu meluangkan waktu entah beberapa menit dari seribu empat ratus empat puluh menit yang dikasih Tuhan dalam sehari. Aku tak perlu banyak, Bunt. Sedikit saja. Percayalah, yang sedikit itu bisa membantuku memperbaiki hariku. Dan aku merasa berharga. Aku merasa diinginkan. Bukankah itu perasaan yang membuat kita bahagia, Bunt?

Saat aku menulis ini, aku pun sedang MERINDUKAN mu Bunt. -SELALU-. Rasa yang tumbuh dengan ranum dan terlalu. Kamu tahu yang aku lakukan saat ini dalam keriduanku? Aku diam, Bunt. Aku terbiasa diam. Aku ingin kamu belajar untuk tahu perasaan itu melalui dirimu. Dan aku pikir kamu telah belajar banyak, Bunt. Terima kasih. Aku merindukanmu. Ah iya, pada akhirnya ego harus mengalah. Aku tak tahan untuk tak mengucap itu. Hei, aku merindukanmu! :)

Minggu, 05 Juli 2015

Komitmen

*suatu hari ditaman*
Mei: Apa kita bakal terus sama-sama walaupun ntar kita jauh??
Maret: iya dong :)
Mei: memang kamu gak akan bakal cari yang lain??
Maret: GAK akan jenong ku
Mei: Ah ntahlah bunt, aku ragu
Maret : "You don't have to understand. You just have to have faith."
Mei : "Faith in what?"
Maret : "Destiny."

*iya komitmen itu suatu kepercayaan kan bunt
*sengaja diterjemahin ke bahasa asing biar lebih drama :)

Jumat, 19 Juni 2015

Hujan

Apa yang kau sukai dari hujan ?
Ah, aku selalu menyukai hujan. Tidak pernah bosan aku mengatakan dan mengakui hal itu kepada semua orang. Hujan selalu membuat aku merenung dan berfikir panjang akan hal-hal penting tentang kehidupan yang telah dan mungkin  akan aku lewati.
Seperti sore ini. duduk di kafe. Berteman secangkir capucinno. Menunggu hujan. Sengaja aku pilih tempat duduk yang berhimpitan dengan jendela kaca agar aku bisa memandangi hujan dengan leluasa, mendengar suara tetesnya dan menikmati sejuk udara yang dibawanya. Hujan selalu membuat aku leluasa melayangkan anganku ke masa-masa laluku yang indah. Terlebih kenangan-kenangan indah tentangmu.

Kau mungkin tidak tahu, seringkali ketika aku didera rasa rindu yang teramat sangat dalam (seperti saat aku sedang menulis surat ini), hujan terkadang terlihat melukiskan wajahmu melalui bias-bias tetesnya. Jika sudah begitu, aku bisa lebih betah lagi memandangi hujan. Dan semakin lama aku memandanginya, banyang wajahmu  seolah semakin tampak jelas disana.
Padahal tadinya aku sering berharap kalau hujan dapat menghapus bayang, kenangan dan perasaanku tentangmu. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hujan menggelontorkan aku jutaan tetes rindu hingga semua mengendap dihatiku. Entahlah, aku juga bingung. Sejak kapan hujan terbuat dari uap-uap rindu ? terkumpul sedikit demi sedikit lalu meluap penuh.

Dan ini hari, entah sudah yang keberapa aku tidak mendengar kabar tentangmu. Apa kau masih ingat kapan terakhir kali kita saling membalas sms atau mendengar suara di telfon ? Aku juga sebenarnya tidak tahu pasti. Yang aku ingat, saat itu bumi kita juga sedang dibasahi oleh hujan.
Aku yakin kamu sama sekali tidak mengingat saat-saat terakhir  itu. Padahal aku masih ingat sekali suaramu yang beradu merdu dengan gemericik suara hujan. Padahal aku masih ingat sekali tawamu yang menghangatkanku dari dinginnya udara hujan. Padahal aku masih ingat sekali hal-hal apa saja yang kita bicarakan malam itu. Padahal aku sangat ingin sekali melupakan semua itu. Bagiku, hujan malam itu terasa begitu indah. Tapi kini, ia berubah menjadi sendu, pilu, dan menyiksa hatiku yang dera oleh rindu-rindu tentang dirimu.

Apa yang kau sukai dari hujan ?
Kau mungkin tidak menyuki hujan, tapi aku menyukainya. Salah satunya karena hujan selalu membuat aku bisa mengenangmu lebih lama. Yah, walaupun mungkin aku tidak pernah tampil dalam panggung kenanganmu (itu sebabnya kau tidak pernah merindu dan mencariku, bukan ? ).  Tapi ketahuilah :  Meski sendu, meski pilu. Mengenangmu adalah kebagiaan tersendiri bagiku. Jadi  Kumohon, izinkan aku untuk terus mengenangmu.
♥♥♥

Rabu, 20 Mei 2015

Ketiga ada orang ketiga -Aku (Tidak) Baik-baik saja

Kau mungkin akan menemukan secangkir kopi hangat di atas meja atau Kau mungkin menemukan sepiring menu sarapan favoritmu di meja makan atau au mungkin akan menemukan senyuman di bibirku seperti biasa.
Sesampainya di rumah, kau mungkin akan menemukan pintu yang tak kukunci, atau lampu ruang tamu yang tak kumatikan, atau hidangan makan malam yang sudah terlalu dingin untuk kau makan. Kau mungkin pula menemukanku yang tertidur di ruang tengah dengan televisi masih menyala karena aku tak sengaja tertidur saat menunggu kepulanganmu.
Kau mungkin akan menemukanku terkejut bangun dan merapikan pakaianku saat melihatmu datang dan ikut membantu melepaskan tasmu, lalu meletakkannya ke meja dan menyiapkan air hangat untukmu agar kau gak kehausan.
Tersenyum menyambut kepulanganmu ke rumah meski kepalaku pening karena aku harus memaksakan diri bangun dari tidurk.
Esok lagi, kau pasti akan menemukanku baik-baik saja. Tertawa saat merapikan bajumu ketika kamu akan berangkat, meski aku bersusah payah menyembunyikan tangis karena aku kehilangan hatimu lagi.
Esok lagi, kau pasti akan menemukanku mengecup keningmu lagi atau memelukmu, meski di hatiku, aku tahu kau tidak mencintaiku. Tidak pernah mencintaiku.
Aku baik-baik saja. Aku akan selalu baik-baik saja.
Untukmu.

Senin, 20 April 2015

Bintang Jatuh

Malam ini Hujan turun dengan lebatnya, dan listrik pun tidak bersahabat :( terjadi pemadaman, akh yang bisa ku lakukan hanya diam disudut ruangan berteman lampu emergency dan gadget, aku menikmati setiap bunyi hujan yang jatuh, aku menutup mata mengingat semua kisah tentang kita. tiba-tiba hp ku bergetar ada pesan dari mu
    " Sayang lagi dimana??"
   " lagi dirumah, mati lampu nih, hujan lagi :("
   " sama siapa dirumah???"
   " ada adek, tapi udah tidur, karena mati lampu yank"
   " Hmm, jadi sayang lagi ngapain??"
   " lagi ngelamunin waktu kita menari dibawah hujan bareng :( hujan membuat ku menjadi lebih kangen kamu :("
   " kalau ada bintang jatuh kamu mau minta apa??"
   " hujan begini mana mungkin ada bintang jatuh sayang :"
   " ya seandainya saja ada, kamu minta apa??"
   " Hmm, wish you were here :("
   " iyakah??? kalau begitu coba buka pintu"

akh, aku mulai deg-degan, lelucon apalagi ini tanyaku dalam hati, tapi tetap saja aku berjalan perlahan ke arah pintu, dan aku menemukan mu disana, kamu berdiri dengan senyum yang selalu aku rindukan :)
aku tak tau harus apa, aku terdiam dan berpikir apa mungkin benar ada bintang jatuh, kalau benar ada aku janji akan terus menatap langit malam untuk berterima kasih..

   " loh kenapa melamun" ucap mu sambil memeluk ku
   " apa tadi ada bintang jatuh??" tanya ku dengan polos
   " Kamu ini, ya mungkin saja ada, sudahlah tidak usah kaget, aku merindukan mu, apa kamu akan terus membiarkan ku diluar sini kedinginan??" tanya mu lagi

aku tersenyum memelukmu lagi :))) kamu satu sosok yang selalu menghujani ku dengan kejutan-kejutan mu :) aku mencintai mu :)))