Rabu, 12 Agustus 2015

Hanya Sebuah Kemarahan

Teruntuk kamu.

Mungkin kamu tak akan mengerti bagaimana rasanya dirundung kesepian seperti malam-malam yang selama ini kulalui. Ah ralat, maksudku sepanjang tik tok jam yang aku lalui, tak hanya malam-malam lagi. Setiap hari. Sebab toh kamu punya banyak sekali teman, banyak sekali obrolan dan perbincangan, pun rencana-rencana untuk pergi bersama entah dengan siapa yang jelas bukan aku.
Mungkin juga kamu tak akan pernah menyangka betapa pedih rasanya ketika kamu mau melakukan apapun yang seseorang minta, tapi dia tak melakukan hal yang sama. Seperti menjadikannya nomor satu sementara kamu bahkan tak menduduki posisi kedua, ketiga atau bahkan kelima dalam hidupnya.

Mungkin lagi, kamu tak akan pernah mau peduli betapa kamu begitu dicintai dan dibutuhkan. Ah benarlah, toh siapa yang peduli jika dia dibutuhkan? Orang-orang hanya peduli apa mereka membutuhkan atau tidak. Tapi dulu, aku pikir kamu tidak begitu. Tidak seperti orang-orang itu.
Mungkin kamu tidak akan tahu, bagaimana rasanya kehilangan seseorang sementara orang yang begitu kamu rindukan sama sekali tak merasa kehilangan. Ah, aku yakin kamu tidak tahu.
Mungkin yang kamu tahu adalah memanfaatkan waktumu semaksimal mungkin, membuat dirimu lelah sendiri, lalu bercerita panjang lebar atau justru marah-marah pada orang lain yang kebetulan bersedia mendengarkanmu.

Mungkin yang kamu tahu adalah pergi ke suatu tempat. Refreshing, katamu. Menghirup kesegaran suasana baru, tak perlu menceritakan apa-apa. Melakukan hal-hal yang menyenangkan hingga kamu lupa apa yang memberatkan dadamu. Tak salah. Sungguh aku tak menyalahkanmu.
Yang salah mungkin justru aku, memberimu waktu untuk sibuk sendiri, lalu aku kehilangan kamu.
Jadi tak salah sama sekali jika kamu memilih pergi mencari suasana baru, padahal ada aku yang siap mendengar ceritamu. Maka pedihlah hatiku saat kamu sedang lelah dan berkata, “aku tak punya teman bercerita”. Biasanya aku hanya tersenyum saja, padahal aku sudah menunggu ceritamu sejak lama.

Tak salah pula jika kamu memilih melakukan hal-hal yang menyenangkan sendirian, atau bersama teman-teman, atau entah siapa. Maka sedihlah saat aku mengajakmu pergi dan kau menolak. Makin sakit rasanya dadaku ketika kamu justru memamerkan keseruan kamu pergi ke sana, ke sini, ke situ tanpa aku yang selama ini menunggu ajakanmu.

Sekali lagi kamu tak salah.
Yang salah mungkin justru aku.
Kamu tak bertanggung jawab atas pedih, sedih, dan sakit yang aku rasakan karena kehilangan kamu. Yang bertanggung jawab mungkin adalah kesepian-kesepian yang aku ciptakan sendiri.
Mungkin bukan pula salahmu ketika kamu berubah menjadi bangsat.
Mungkin salah kecewaku yang terlalu mengharapkanmu untuk selalu ada dan tak pernah minggat.
Hahaha. Mungkin kesepian itu seharusnya memang dibunuh lalu dihilangkan dari kamus kehidupan. Agar tak banyak orang yang menderita seperti aku di luar sana.
Aku menyayangimu. Sungguh.
Ada dua pilihan bagiku untuk menghadapi kamu. Mungkin aku perlu berkata sarkas, tapi kamu nanti menangis dan sakit hati jika mendengarnya..
Atau aku biarkan kamu pergi. Dan tak pernah mengharapkanmu ada dalam hidupku lagi.
Oh ayolah, aku hanya marah.

Entah marah pada siapa. Bukan.. bukan padamu.
Aku tak mungkin mengatakan hal yang macam-macam karena aku tak mau melihatmu terluka. Tak pernah tega. Aku hanya pergi untuk sementara. Sampai kamu –jika aku beruntung- merasakan kesepian yang sama. Sampai kamu –jika aku beruntung lagi- merindukanku sama besarnya.
Aku hanya kesepian. Kesepian sekali.
Aku hanya sedang rindu. Rindu sekali.
Mungkin bukan hanya aku yang rindu padamu. Perbincangan seru merindukan kita. Kursi di café itu merindukan kita. Orang-orang aneh yang minta menjadi topik olok-olokan merindukan kita.
Ah.. Sudah, sudah.. Kamu tak perlu memikirkan tentang sakitnya sepi yang mengiris nadi. Itu urusanku. Kamu pergilah. Sampai kamu temukan hal-hal yang membahagiakan. Kelak ketika kamu merasa lelah, dan benar-benar tak ada yang mendengarkanmu, kamu bisa temui aku lagi.
Aku menunggu ceritamu lagi. Dengan secangkir kopi.
Semoga saat nanti, kalau kamu benar-benar datang, kamu datang seperti yang dulu, bukan yang bangsat seperti ini.
Dari yang mencintaimu pun yang terluka karena kehilangan kamu.
Nb: Untuk kamu yang membaca, pikirkan. Mungkin ada orang di luar sana yang telah lama kamu abaikan. Kamu biarkan tenggelam dalam kesepian. Sendirian.
Maka ambil ponselmu. Hubungi dia. Beri waktu bagi rindu-rindu untuk luntur dalam pertemuan kalian. Pada perbincangan yang menyenangkan. Percayalah, mereka merindukanmu. Sangat merindukanmu. Peluklah. Lalu katakan kamu pun merindukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar