Rabu, 12 Agustus 2015

Untuk mu Bunt ku

Aku pernah begitu jatuh, lupa cara untuk bangkit dan berjalan lagi. Pernah begitu terpuruk dalam kesedihan-kesedihan atas pengkhianatan dari indahnya setia yang aku jaga rapat-rapat.

Lalu kau datang. Tak menawarkan apa-apa selain pundak dan dada yang melarungkan kesedihan-kesedihan.
Dan aku jatuh telak dalam pelukmu. Dalam pelukan lengan yang terbitkan hangat di dalam dada. Dalam bisik peluk paling puisi yang membuatku merasa begitu dicintai. Dan aku tak merasa harus bangkit dari sana, tak merasa harus pergi dan berjalan lagi.

Bunt Sayang, pelukmu itu obat bagi rinduku yang pesakitan.
Betapa tawamu mampu hadirkan cahaya pada gulita yang membutakan.
Betapa kau begitu memesona bagi hatiku yang rapuh untuk kembali jatuh cinta.
Sungguh semesta mempertemukanku padamu agar aku belajar cara bersyukur.

Maka, jaga dirimu dan rindu (kita) yang mengungkung dadamu baik-baik, sampai semesta mengizinkan temu dan berjanjilah, saat (pertemuan) itu terjadi, kau dan aku akan sama-sama membunuh rindu dalam dekapan-dekapan yang dicatat semesta sebagai terang bagi bintang-bintang baru. Berjanjilah untuk ikut menyaksikan rindu yang mengusik kita selama ini mati satu-satu.
Kamu..

Terimakasih untuk datang di waktu yang tepat.
Terimakasih untuk tak pergi dan memilih memperjuangkan.
Terimakasih untuk mengingatkanku bagaimana cara jatuh cinta.

Kepada laki-laki yang paling pandai menyesaki dadaku dengan debar bahagia dan rindu, aku sayang kamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar