Selasa, 31 Mei 2016

Sejauh-jauhnya dekat

letakkan tanganmu pada bagian yang paling mendebarkan saat mata kita beradu pandang, pada detik itulah satu hati lagi-lagi jatuh ditanganmu. Disepertiga malam seperti ini pikiranku mudah sekali membayangkan tentangmu, rasanya seperti sudah ada campur tangan Tuhan disana. Ahya ingat saat kamu pernah bertanya apa aku pernah membayangkan tentangmu? Aku hanya menanggapinya dengan gurauan saat itu, namun sekarang biar ku beri tau bahwa ada bagian dari milikku yang tidak pernah berhenti memikirkanmu, sesibuk bahkan serumit apapun saat itu. Semoga akan selalu seperti ini, mengingat hal-hal baik tentangmu, karena mengingat adalah satu-satunya cara kita menjadi dekat meski sejauh-jauhnya kita bertempat. Sayang, mereka bilang cinta bisa melipat jarak, sepertinya kita hanya memerlukan dua lipatan untuk menjadi dekat, ah kesibukanmu yang seharusnya dilipat. Hahaha. Aku tidak pernah lelah mendoakan setiap kebaikan untukmu, ingatlah untuk selalu berucap 'Aaamiin' setelah kamu mendengar suara lonceng gereja, namamu selalu ada sebelum aku membuka lipatan tanganku. Bagaimana dengan melipat waktu? Rasanya aku sudah tidak sabar bertukar cerita denganmu. Sayang, mereka bilang pilihlah pasangan yang menyenangkan untuk bercerita. Aku tahu itu keahlianmu, maka jangan pernah sungkan untuk menceritakan apapun padaku, apapun termasuk luka. Sudah kusiapkan obat merah jika tiba tiba berdarah ketika kamu bercerita. Sayang, bisa membantuku meringankan kekhawatiran? Cukup pastikan perutmu kenyang dan hatimu senang, apapun yang sedang kamu lakukan aku percaya penuh padamu. Satu lagi, jangan lupa tersenyum atau bahkan kamu harus tertawa, banyak hal yang bisa kamu tertawakan atau jika sedang tidak ada kamu boleh tertawakan kebodohanku atau bahkan kesedihanku. Apapun asalkan kamu bahagia, bahagiaku. Sudah tengah malam, besok aktifitasku padat sekali. Selamat lelap, sayang. Jenongmu

Sesekali

"Dear you, no matter how much they love you, I love you even more." Halo dear, kamu tau apa yang saya temukan sepagi ini? Semakin banyak mereka yang menyayangimu, mereka yang menyukaimu dan mereka yang menyemangatimu. Tenang, dear, saya baik-baik saja. Mungkin ini jawaban Tuhan atas doa yang saya pinta agar selalu melapangkan rezekimu, dear, sayangi mereka, mereka bisa jadi pintu rezekimu karena Tuhan selalu menitipkan rezeki dengan cara apapun. Iya, dear, saya baik-baik saja.Tidak ada pemalsuan dari kalimat 'saya baik-baik saja' yang saya tulis sedari tadi karena memang tidak ada yang salah dengan semuanya. Hanya saja, dear, seperti biasa kamu hanya harus bertanggung jawab atas rengekan rasa cemburu saya yang lepas kontrol. Sayang, perempuan mana yang akan selalu dan terus baik-baik saja jika lelakinya diperhatikan oleh perempuan lain? Kalaupun ada, sudah pasti itu bukan saya.Mereka menyayangimu, saya jauh lebih menyayangimu. Mereka menyukaimu, saya teramat menyukaimu. Mereka menyemangatimu, dear, saya tak pernah lelah menyemangatimu. Apapun yang mereka lakukan, saya melakukannya bahkan lebih, tanpa perlu kamu berusaha agar orang lain menyayangimu, tanpa perlu waktu setengah jam untuk kamu merapikan rambutmu, tanpa perlu kamu tampil sempurna dihadapan saya, tanpa perlu kamu selalu terlihat bahagia, tanpa perlu kamu memiliki nama 'Honey', tanpa perlu kamu disebut 'beibh', tanpa perlu mengumbar kata cinta di setiap sosial media. Sesekali kamu harus tau, saya menyayangimu jauh dari apa yang kamu pikirkan tentang seberapa saya menyayangimu. Jangan pernah berhenti melangkah, tentang mimpi-mimpimu, utamakan mereka. Jangan pernah merasa sendiri, meski jauh doa saya selalu menggenggam tanganmu dan sayang saya selalu mendekap tubuhmu.

Demi apapun, Kamu melebihi Apapun

adalah hal yang bodoh meninggalkanmu yang seorang diri. dan adalah hal yang pintar meninggalkan semua yang mengejarku karena demi apapun kamu melebihi apapun, lempari saja aku dengan senyummu aku takkan pernah bosan, asal kau jangan melemparku jauh jauh lalu tersenyum, sama sekali jangan. Dan lagi jangan kau tersenyum lalu melemparku sangat jauh, karena aku bisa saja sewaktu waktu menjadikan senyum sebagai kata yang sangat hina. Tapi tetap tersenyumlah selalu padaku. Karena aku masih memandang senyum itu adalah hal yang paling indah, hal yang paling indah darimu yang bisa masih ku dapat. Ratusan hari aku menanti hari ini akan tiba, tak apa jika hanya senyummu, tak apa jika kau dengan tak sengaja. Karena senyummu adalah senyumku, karena senyumku hanya karenamu. Aku ingat kali saat pertama aku melihatmu, kamu dipenuhi kata yang tak berujung 'keindahan', satu kata yang membuatku sulit untuk tidak untukmu dan aku cinta. Banyak orang bilang cintailah seseorang sewajarnya saja, aku tidak tahu batasan wajar dan wajar itu seperti apa, karena yang aku tahu wajarku adalah apapun untukmu. Aku pikir aku pernah bergerak dengan apa yang aku yakini, nyatanya tidak. Aku hanya mematung disini, seolah pengemis yang menunggu tuannya datang. Aku memang sangat mencintaimu, teramat sangat. Sulit membedakan antara aku mencintai jantungku atau aku kehilangan denyut danimu. Benar, apapun ku kan lakukan untuk menjaga hidupnya nadimu yang ku harapkan itu hangat. Aku rela jika harus menggantikan seluruh nadimu yang sudah tak lagi mengikatmu itu.Tak apa jika kau tak tahu. karena demi apapun, kamu melebihi apapun.

Untuk Tuhan

maaf karena saya telah membuatnya menghadapi banyak kesulitan. tapi untuk kali ini, izinkanlah saya menebus semuanya. menebus segala rasa sakit yang pernah dilaluinya karena saya. saya mungkin tidak pantas dan tidak memiliki hak, tapi saya akan membuatnya bahagia dan akan membuatnya tersenyum. saya tidak bisa menjanjikan selamanya, tapi selama yang saya bisa, saya akan melakukannya. dan jika mungkin suatu saat saya gagal, saya hanya ingin terus berusaha, hingga tak ada lagi alasan bagi saya mencintainya.

Kamis, 26 Mei 2016

Hampa

Pernah kau rasakan kekosongan yang tak kau pahami? Seperti ada lubang yang menembus hatimu. Isi kepala yang amburadul. Atau hari-hari cerah telah melengkapi tawamu, namun tetap kau rasakan kekurangan. Sedemikian kacau sebab tak bisa kau kendalikan.Lalu kau mencoba mencari jawaban di cermin. Mendapati tubuh di hadapanmu sempurna, namun berantakan. Matamu menerawang hal yang entah. Pikiranmu berlarian tanpa bisa kau cegah. Ini perlahan memuakkan. Hingga kau rasa tak ada tempat berteriak yang paling lengang selain dalam hati sendiri. Sesekali kau ingin menangis, namun tak ada air mata yang jatuh. Mungkin samudradi matamu telah mengering, habis menguap bersama awan yang telah lalu. Kau bisa tertawa, namun bukan bahagia. Kau bisa tertunduk, namun bukan bersedih. Tak ada yang bisa kau pahami selain jarum dan benang-benang yang berserakan di sekujur tubuhmu.Kau merasa bagaikan seonggok kayu yang mengapung. Langkahmu mengalir bersama waktu, namun jiwamu beku dalam kotak kedap. Kau tak lagi merasakankeselarasan. Hatimu ingin, namun tubuh dan pikiranmu menolak. Sekali lagi kau menengok ke arah cermin. Kau mendapati jasad segar yang masih bernyawa namun tak berasa. Kau bahkan tak lagi mengenali apa itu rasa. Kau rusak. Hidup dalam kematian.

Merelakan

"merelakan itu apa Tuhan?" terdengar bisikan seseorang ditengah malam itu suara perempuan, sangat lemah dan tertatih kurasa ia sedang rapuh "apa iya dengan membiarkan dia bahagia bersama orang yang dicintainya itu merelakan?" ku tajamkan telingaku karena suaranya semakin melemah terdengar suaranya mulai terbata seakan ada yang menahannya kurasa ia sedang menahan tangis "aku tak suka merelakan yang seperti itu. aku bisa membuatnya bahagia bahkan lebih bahagia. aku akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya agar aku tak perlu merelakan. buat ia tetap bersamaku, Tuhan. Engkau Maha Kuasa, sesulit apa bagi Engkau mengabulkan permohonanku yang tak seberapa ini" kali ini ia sedikit berteriak, menekan pada setiap kata dan bisa kupastikan ia telah menangis dimalamnya tak kuasa aku menahan haru, karena yang ku tahu dia sosok yang periang di setiap harinya **aku sudah lelah. cukup lelah. sudah cukup lelah tidakkah kau menyadari perasaan seseorang disini? dengan angkuhnya kau hanya mengutamakan hatimu. lalu hatiku?

Rabu, 25 Mei 2016

JANJI

JANJI. bukan kata yang asing di dengar. kau pernah berucap janji? ku rasa pernah, karena aku pun pernah. berjanji untuk tidak mengulangi hal yang sama, itu lumrah bukan? pasti kau pun pernah berjanji tentang hal itu. saat mendengar orang lain berucap janji kepada kita secara tidak sadar kita mempercayainya meski kita bermaksud untuk tidak terlalu percaya, karena pada akhirnya ketika itu "hanya" sebuah janji biasa yang ada kita akan merasakan kecewanya juga. sudah. kurasa hentikan membiasakan diri berucap janji, untuk hal yang kau anggap sepele, karena tidak semua hal yang sepele menurutmu itu sepele untuk yang lain. hentikan juga untuk hal yang tidak mungkin kau buktikan. itu menyakitkan orang lain. kau tau itu? kau pernah merasa ditipu oleh janji? hanya lima huruf berjajar rapi namun bisa menjadikan kau terpuruk dalam jurang kekecewaan. terutama tentang cinta. seperti salah seorang teman dicermin yang saat ini tengah menangis karena telah membiarkan diri terjun ke jurang kekecewaan, hanya karena janji cinta yang tidak penting, menurutku. cukup. janji itu bukan lelucon. jangan kau jadikan bahan guyonan hanya karena ingin orang lain menyukaimu. jangan kau biarkan setiap orang merasakan kekecewaan hanya karena ditipu janjimu. belajarlah untuk mengurangi berucap janji, atau bahkan hentikanlah. menyakitkan ketika kau akan merasakan tertipu oleh janji orang lain. aku tau, aku pernah merasakannya atau bahkan sedang merasakannya. ditipu janji yang tak seberapa itu ~

Terlalu Mengenalmu

Aku mengenal baik kemeja itu. Kemeja dengan corak dan warna kesukaanmu. Masih bisa kuingat betul seberapa tampannya kamu mengenakan kemeja itu, lengkap dengan celana jeans dan sepatu coklat bertali. Ah, aku semakin mengagumimu saat kau tampil dengan dandanan rapi, tak lupa jaket ditanganmu. Jika sudah seperti itu mana peduli aku dengan paras aktor Hollywood sekalipun, kamu minta aku mematikan televisi lalu berganti memandangimu hingga mataku mengering pun tak jadi masalah. Aku mengenal baik kemeja itu. Kemeja yang sering kau pakai, sesering kau mengatakan rindu ingin memeluk aku. Dulu. Hal detail darimu yang mana yang tak ku ingat? Jadi aku rasa, tak mungkin aku tak mengenali kemeja yang menemanimu saat menemuiku. Dulu. Dan sebegitu hafalnya aku denganmu, bisa tak mungkin aku tak mengenali kemeja itu, sekalipun kau pakai dari kejauhan, atau hanya nampak sekilas di fotomu bersama seorang wanita, dan itu bukan aku.

Surat tanpa tujuan

Kutuliskan surat disepertiga malam seperti ini karena mataku masih terjaga. Ada bilang hal ini bisa terjadi karena kita sedang berada dimimpi seseorang, kau tau seseorang mana yang aku harapkan disini. Aku takkan bersedih disuratku kali ini, karena memang aku telah berhasil mengendalikan keadaanku sendiri. aku sudah tidak berharap pada apapun, sedikitpun tidak. Sudah tidak lagi menginginkan yang sangat kuingini, aku sudah berhenti sampai didetik aku melihat sosok wanita disampingnya, aku yakin sekali wanita itu pilihannya. Kumohon, Bantu aku mengikhlaskannya.

Senin, 23 Mei 2016

Datang dan Doakan saja

Apa yang lebih sulit selain mengikhlaskan kepergian dan merelakan kehilangan? Aku sama seperti perempuan lainnya, yang tak pernah memiliki kuasa untuk mengendalikan hati akan jatuh kepada siapa. Kepadamu, tentu saja. Bukan mauku untuk jatuh cinta. Kau tahu itu. Sejak awal, Yang tak kau tahu, kau terlalu memesona untuk tak kujatuhi cinta. Maka, ya.. Saat sadar, rupanya aku telah tenggelam ke dalammu. Namun, seperti yang sudah-sudah, aku selalu berkata kita sepenuhnya berkuasa untuk melakukan sesuatu atas apa yang kita rasakan. Jatuh cinta memang tidak pernah disangka, tapi kita masih mampu mempertimbangkan akan memperjuangkan atau pergi saja. Jadi, begitulah. Kita selalu punya pilihan, kan?Mungkin kau belum tahu atau yah.. siapa tahu kau lupa. Aku tak pernah ingin membiarkanmu tenggelam dalam kesepian. Sendirian. Aku pernah melihatmu murung. Melamun dengan mata menerawang. Seperti melihat jiwamu sendiri. Dalam-dalam.Aku benci melihatmu kesepian. Aku pernah melihat kau lelap, dengan wajah damai serupa anak kecil yang tak berlumur dosa. Kutinggalkan jejak-jejak doa di rambutmu, dahimu, pipimu, lentik bulu matamu, alismu, bahkan bibirmu melalui jemariku. Aku ingin mengusapmu sayang, karena benci melihatmu memikul sakit dan kecewa sendirian. Aku ingin menjadi yang kau butuhkan. Yang selalu kau cari saat kau perlu sandaran. Yang selalu kau minta untuk datang, sekadar memberikan belaian, menenangkan. Yang selalu kau ingat, saat kau sedang butuh genggam dan pelukan. Aku ingin menjadi rumah. Penenangmu. Aku ingin menjadi dekap. Penghangatmu. Aku ingin menjadi ingar yang menghapus sepi dalam sendi-sendumu. Aku ingin berada di sisimu. Tapi, sayang. Aku bukanlah Tuhan. Yang bisa memerintahmu untuk melakukan ini atau itu. Aku hanya mampu meminta kepadamu untuk datang kembali. Kau tentu saja boleh pergi sejauh yang kau mau. Carilah lelah sejauh yang kau mampu. Toh aku tak pernahmenutup pintu. Sebab aku tak pernah ingin membiarkanmu tenggelam dalam kesepian. Sendirian. Datanglah lagi. Datanglah lagi. Jika kau merasa begitu lelah namun tak memiliki tempat untuk sekadar singgah. Datanglah lagi. Jika kau rasa penat terlalu rewel memenuhi kepalamu. Aku lengan yang selalu siap menangkap dan mendekapmu. Datanglah lagi. Jika kau rasa sepi sudah keterlaluan kali ini, atau sunyi terlalu keras menjewer telingamu. Aku belai yang siap mengusapmu. Datanglah lagi. Jika lelap terasa begitu jauh dari kepalamu. Aku siap meninabobokan insomniamu. Datanglah lagi. Lain kali. Seingatmu. Sesempatmu. Tapi doakan saja aku, hatiku masih sama.

Jumat, 20 Mei 2016

Mengusap kepalamu

Semua orang memiliki paling tidak satu gestur sederhana yang bermakna banyak sekali bagi mereka sendiri. Seperti buat Aku; mengusap kepalamu. Aku tak pernah menyangka kau akan mengakar begitu kuat di dalam kepalaku saat kali pertama aku bertatap mata denganmu. Kali lain, tiba-tiba aku sudah menemukan diriku menikmati senyum jenakamu. Dan sungguh, tawa renyahmu serupa alunan lagu-lagu merdu bagi telingaku. Rasanya ingin kuputar terus. Sampai kau serak. Aku masih ingat saat kita bertukar cerita tentang diri kita sendiri untuk pertama kali. Hanya kita berdua. Cukup lama. Lalu aku entah sejak kapan menjadi pendengar ceritamu nomor satu. Apa pun tentangmu, aku ingin tahu. Lalu serupa angin, kau menelusup diam-diam. Di dalam dadaku. Menyemai benih-benih bahagia. Menjaga. Menemani. Definisi bahagiaku menjadi begitu sederhana. Hanya dengan melihatmu terlelap saja aku sudah merasa damai. Lalu satu waktu, aku beranikan mengusap kepalamu. Kau tertidur, tentu saja. Mana berani aku mengusapmu jika kau tidak terlelap. Nah, bukannya merasa tenang, dadaku justru bergemuruh liar. Aku ingin. Sekali lagi. Hanya sekali. Mengusap kepalamu. Semesta mengaminkan. Diberikannya aku kesempatan untuk menemani insomniamu, mengisi waktu-waktu terjagamu, mendengar lukamu. Hanya sedikit saja kau bercerita, tapi aku melihat matamu berkaca-kaca. Maka aku mengusapmu. Selembut perasaanku kepadamu. Yang tak kuperhitungkan adalah kau rupanya membuatku ketagihan. Aku ingin lagi. Tak hanya sekali. Aku ingin lebih banyak lagi mengusap kepalamu. Dengan sayang.. Lalu kau tertidur lagi. Ah, kau selalu senang tertidur. Sialnya, kau hampir selalu tertidur di dekatku dan aku tak kuasa menahan diri untuk tak mengusap kepalamu. Seperti mengelus seorang bayi. Kau tampak begitu rapuh. Lantas benih baru mulai tumbuh. Aku ingin menjagamu. Maka saat itulah aku bertekad untuk menjagamu. Membuatmu tertawa, membuatmu kesal, membuatmu merasakan apa saja kecuali berduka. Kau si hebat yang manja. Ada banyak luka yang kau pikul sendirian dan aku ingin menjadi orang yang kau bagi bebannya. Tak menyelesaikan masalahmu, memang, tapi aku ingin menjadi berguna. Menenangkanmu misalnya. Aku ingat pernah marah padamu. Saat itu kau begitu kalut dan aku gagal menenangkanmu. Aku selalu benci penolakan dan penolakanmu waktu itu entah mengapa menyakiti dadaku. Aku benci kau yang menghindari usapan dariku. Benci kau yang tak berbicara padaku. Aku benci kau yang menolak untuk menatapku. Tapi aku tak bisa marah. Sampai kita merasa baik untuk saling bertegur sapa kembali, aku masih ingin menemanimu. Mengusap kepalamu lagi. Kesederhanaan yang rumit, kan? Sesepele mengusap kepala saja semesta memberi sejarah yang jauh dari “mudah dilupakan”. Hingga akhirnya mengusap kepalamu menjadi kebiasaan yang sulit kuhilangkan. Aku tak pernah tahan membiarkan hitam rambutmu menganggur dengan rapi. Aku selalu ingin mengusapnya, membuatnya berantakan, lalu menertawaimu. Bahkan hingga saat ini. Aku sering menemukan diriku sendiri berusaha mati-matian untuk tidak terlalu bahagia saat melihatmu, untuk tidak berlari ke arahmu, mengacak-acak rambutmu, lalu mendekapmu di dadaku. Ketahuilah, sayang.. Sesungguhnya aku menjadi manusia paling egois karena saat mengusap kepalamu, sebenarnya aku sedang menenangkan hatiku sendiri. Yang begitu rindu padamu. Yang begitu rewel ingin menemanimu. Aku ingin mengusap kepalamu. Sekali lagi. Seterusnya. Maka jangan berhenti untuk selalu mengizinkanku. Aku mohon.

Maaf dan Jangan Salahkan Dirimu

Maaf. Untuk bahagia yang menghujani dadaku setiap kali aku mampu membuatmu tertawa. Maaf pula untuk setiap degup tak beraturan tiap kali aku mencuri kecup di keningmu saat sedang terlelap. Maaf untuk setiap hal merepotkan yang aku lakukan, yang aku tak tahu lagi harus meminta tolong kepada siapa selain kepadamu.Jika aku mampu menuliskan ceritaku sendiri, lalu memerintahkan hati untuk jatuh cinta kepada orang yang aku pilih sendiri, tentu saja aku tak akan memasukkan namamu dalam hidupku. Aku akan menulis sebuah cerita yang aku dan kau tidak pernah berjumpa. Aku tentu akan memerintahkan hati untuk tak melihatmu sama sekali. Menganggapmu sebagai seorang teman dan tidak menyisakan tempat di hati untuk peduli. Aku akan menjadikan diriku sendiri sebagai tokoh utama perempuan yang mampu berjalan sendiri, mampu mencintai dirinya sendiri, dan tidak peduli pada luka-luka orang lain. Tapi kau dan aku sama-sama tahu, aku tak mampu menulis ceritaku sendiri. Aku tak mampu memerintahkan hati untuk jatuh cinta kepada orang yang aku pilih sendiri. Begitulah. Kau datang, lalu sesederhana kebahagiaan yang didapat dari menghirup segelas kopi hangat di waktu hujan, aku jatuh cinta kepadamu. Bukan mauku apa lagi maumu, kan? Dipertemukan semesta dalam keadaan sama-sama merasa kosong dan terluka. Merasa bahagia jika bersama tapi kita tahu bahwa aku dan kau tak mungkin bisa bersama-sama. Sampai akhirnya kita terkurung dalam keadaan yang seperti ini. Saling merasa asing satu sama lain. Berusaha menjauh dan berharap semoga apa yang kita rasakan dapat menghilang dan kita lupa pernah sama-sama bahagia atau mungkin jatuh cinta. Aku sendiri sering menghabiskan waktu mengingat-ingat, tentang bagaimana damai wajah lelapmu di pangkuanku saat aku mengelus lembut rambutmu, tentang hangat telapak tanganmu yang mengusap kepalaku untuk mengantarku tidur, tentang keyakinanmu saat menggenggam tanganku, dan tentang aku yang harus melepaskanmu. Saat sendiri aku seringkali berdoa, “Tuhan, jika memang dia bukan orang yang tepat, jangan biarkan perasaan megah di dadaku ini kian pekat”. Meski begitu, aku tak bisa berhenti merasa bahagia atas kehadiranmu. Aku tak kuasa atas cemburuku saat kau tertawa dengan orang selain aku. Aku tak mampu mengabaikan sakitmu. Aku tak bisa berbohong bahwa aku begitu rindu padamu. Jadi, aku hanya ingin kau mendengarkanku dan mengingat hal ini baik-baik. Jika kelak kau merasa telah membuatku sakit karena harus membunuh perasaanku sendiri padamu, itu bukan salahmu. Jika kelak kau berpikir bahwa lukaku karena aku bertemu dirimu, itu bukan salahmu. Jika kelak kau merasa yakin bahwa semuanya akan lebih baik jika aku dan kau tidak pernah bertemu, percayalah sayang bahwa itu bukan salahmu. Bukan salahmu atas jatuh cintaku. Bukan salahmu atas perasaanku. Jadi, jangan salahkan dirimu. Jangan menyalahkan dirimu sendiri.

Tanya Untukmu

Kau mungkin menghabiskan sepanjang waktu untuk memikirkan bagaimana caranya memperbaiki kesalahan yang telah kau buat. Sesekali bahkan berandai-andai untuk kembali ke masa lalu dan membenahi hal-hal yang memang perlu padahal kau tahu betul, betapapun kau berusaha mengubahnya, kesalahan itu tetap ada. Terjadi begitu saja, tepat di depan mata. Membuat hatinya -hati yang selama ini kau jaga- akhirnya terluka begitu dalam dan menyisakan sesal di selubung dadamu saat ia akhirnya memilih pergi. Kau mungkin menimbang-nimbang dalam keputusasaan, tapi tak berhasil menemukan apa-apa. Kau tahu, meratapi masa lalu juga tak akan mengubah apa-apa. Sampai akhirnya kau tiba pada satu titik, saat kau berpikir untuk menyerah dan move on saja. Melupakan kesalahan-kesalahan yang telah kau buat, berhenti mengejarnya, pindah ke hati yang baru, memulai semuanya dari awal kemudian sibuk berbahagia. Pilihan yang sama sekali tak mudah tapi jauh lebih mungkin daripada kembali dan memperbaiki hal-hal yang sudah terlanjur terjadi. Tapi tunggu dulu. Sebelum kau membalik badan dan mengubur keinginanmu untuk memperjuangkannya lagi, pernahkah kau berpikir apa kau akan baik-baik saja? Dengan kenyataan bahwa dia sudah tak ada di dalam hidupmu lagi, bahwa dia sudah membenahi dirinya sendiri dan siap membuka hati, apa kau akan baik-baik saja? Apa kau akan baik-baik saja jika ia mencintai orang lain? Menggantikan posisimu di hatinya dengan orang baru yang sama sekali tak kau sangkaakan berada di sisinya? Apa kau akan baik-baik saja dengan kenyataan bahwa kau sudah tak ada di dalam hidupnya lagi? Apa kau akan baik-baik saja jika ia tertawa karena dan bersama laki-laki lain? Apa kau akan baik-baik saja ketika ia berada di pelukan laki-laki lain? Apa kau akan baik-baik saja ketika ia mengecup kening laki-laki lain selembut ia mengecup keningmu? Menenggelamkan jemarinya ke dalam rambut laki-laki lain sampai laki-laki itu tertidur di pangkuannya. Itu ritual yang paling kau sukai, kan? Apa kau akan baik-baik saja saat melihat air matanya diusap oleh jemari laki-laki lain sementara hal terakhir yang mampu kau ingat tentangnya adalah membuatnya tersedu dan patah hati, membuatnya terluka dan pergi? Apa kau akan baik-baik saja ketika ia merasa tenang saat mendengar degup dari dada laki-laki lain? Apa kau akan baik-baik saja jika pahlawannya sudah bukan dirimu lagi? Kau mungkin sedang merenungkan bahwa apa yang sudah kau lewati bersamanya adalah hal-hal menakjubkan. semua tawa, peluk, pertengkaran bahkan semua perjuangan dengannya selama ini. jadi kamu yakin akan membuat gadis itu menyerah lalu move on? Pikirkan