Ini sekelumit cerita tentang laki-laki saya..
Saya selalu menyukai ritual memakamkan
rindu di dadanya. Dada laki-laki saya. Seperti anak kecil yang pulang ke
rumah setelah seharian bermain bersama teman-teman. Rindu pada omelan
bunda tapi tetap tertawa saat dimandikan dan disuguhi semangkuk sup
panas. Rasanya menyenangkan dan hangat.
Laki-laki saya adalah hadiah atas (kalau
saya boleh narsis) kesabaran saya terhadap lika-liku kekecewaan yang
tidak pernah lelah mengetuk pintu hunian. Laki-laki saya adalah
pengingat dari Tuhan bahwa saya sudah seharusnya bersyukur atas nikmat
yang diberikan.
Laki-laki saya jarang sekali marah
padahal suasana hati saya sering berubah-ubah. Jarang pula berbohong
bukan karena dia tahu saya benci dibohongi tapi karena dia memang
mendidik dirinya sendiri untuk selalu jujur.
Laki-laki saya selalu mengatakan saya
cantik padahal saya tidak cantik. Dia selalu mengingatkan saya untuk
makan padahal tak jarang saya jadi ngambek karena merasa disuruh-suruh.
Laki-laki saya selalu bilang kalau isi kepala saya begitu menyenangkan
baginya padahal saya sendiri sering mati bosan dengan hal-hal yang saya
pikirkan. Laki-laki saya mampu membuat saya merasa cantik, merasa
pandai, merasa percaya diri, dan merasa lebih baik.
Laki-laki saya mampu mematahkan
kesedihan saya waktu saya menangis sesenggukan karena merasa terlalu
tolol dan lemah dalam menghadapi kenyataan. Dia katakan bahwa saya kuat
padahal saya sering menemukan diri saya tak berdaya dan menyerah pada
keadaan. Dia mampu membuat saya percaya untuk menjulurkan tangan dan
menerima bantuannya saat saya terjatuh dan malas untuk bangkit sendiri.
Laki-laki saya selalu mengatakan bahwa
saya perempuan yang tegar padahal saya sering menemukan diri sendiri
tenggelam dalam air mata kedukaan. Laki-laki saya tak pernah pergi waktu
saya memintanya untuk menunggu. Laki-laki saya selalu ada meski saya
pernah begitu marah karena kebencian yang entah datang dari mana.
Laki-laki saya selalu memaafkan meski
saya sering menemukan kesalahan diri sendiri begitu memalukan. Laki-laki
saya adalah kekuatan yang saya ingat saat saya begitu tenggelam dalam
kelemahan. Dia pelita dalam keremangan. Rembulan di langit malam.
Saya pernah begitu marah pada diri
sendiri karena merasa begitu tolol dan terlalu banyak cemburu. Laki-laki
saya mau repot-repot meyakinkan bahwa saya tidaklah seburuk yang saya
pikirkan. Saya pernah salah, dan laki-laki saya tak pernah menolak untuk
membenahi. Saya pernah sakit, dan laki-laki saya tak pernah menghindar
untuk menemani.
Ada malam-malam yang begitu menyakitkan
waktu saya terlalu pengecut untuk menghadapi rindu yang tak
pulang-pulang dari kepala saya, dan laki-laki saya meyakinkan bahwa saya
tidak sedang rindu sendirian. Dia meyakinkan saya bahwa rindu yang
menghampirinya sama bandelnya dengan rindu yang ada di kepala saya.
Laki-laki saya selalu mau repot
mengabari saya tiap kali ia akan bepergian padahal saya selalu lalai
memberinya kabar. Ia tak pernah marah, hanya sesekali sedikit lebih
rewel menanyakan saya berada di mana waktu saya lupa memberinya kabar.
Laki-laki saya tak jarang memberi
kejutan lewat tulisan, candaan, atau hadiah-hadiah kecil yang membuat
saya sendiri malu karena sering lupa menghadiahi diri sendiri dengan
hal-hal yang menyenangkan. Laki-laki saya penyabar yang membuat saya
meniru kesabarannya. Dia tenang yang menenangkan. Laki-laki saya tahu
kapan harus memperlakukan saya sebagai seorang adik kecil atau sebagai
seorang perempuan dewasa yang dia butuhkan.
Laki-laki saya terlalu menyenangkan untuk saya deskripsikan hanya dalam satu tulisan.
Teruntuk kamu, terima kasih untuk 517 hari ini. Mari menghitung lebih banyak lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar