Selasa, 23 Februari 2016

Untuk yang Kembali Lalu pergi

Teruntuk sosok yang ada di sudut kota. Aku tahu caranya merasakan, aku tahu caranya berterimakasih, dan itu awal aku tahu caranya bersyukur atas kedatangan. Sampai pada satu titik saat aku tahu ketidakmungkinan ternyata bisa terjadi. Iya, aku kehilangan. Dan aku tahu caranya belajar dewasa melalui kehilangan. Bukan, ini bukan salahmu. Ini salahku. Mungkin aku yang kurang lembut dalam bertutur kata, kurang anggun dalam bersikap, kurang dewasa dalam berfikir.Iya, tetap ini salahku, bukan salahmu. Aku tak akan menyalahkanmu. Bukan karena aku menyukaimu, bukan karena aku mendewakanmu, tapi karena sedariawal akulah yang terlanjur salah memaknai semua. Lalu..... Kamu pergi.... Tak apa sendiri, aku jadi belajar tentang kemandirian tanpa bergantung pada siapapun. Iya, aku tahu aku kuat.Cukup lama ko' kita ada di lajur terpisah, sampai suatu hari, sosok itu datang lagi dan aku tahu aku akan luluh. Iya, aku senang. Mungkin aku rumah bagi dia. Iya, aku awalnya adalah rumah. Sampai pada akhirnya aku tahu kalau sosok itu datang hanya untuk pergi, karena mungkin kemarin ada yang tertinggal, ucapan selamat tinggal (mungkin) yang belum sempat dia ucapkan. Entah... Siapa bilang aku tidak menangis?! Bohong. Aku menangis bahkan sampai sembab, berlebihan sebenarnya, tapi... aku memang selalu takut dengan perpisahan apalagi dengan cara yang tidak asik seperti itu. Bukan karena aku tidak bisa sendirian, tapi memang aku tidak mau kehilangan. Egois? Iya! Sekali lagi, dia datang dengan semua beban dan aku tahu aku adalah pundak terbaik untuk dia mengeluh, dan dia kembali tersenyum, aku senang. Ini bukan malapetaka, ini garis tangan! Semua berjalan baik-baik, kali ini tanpa masalah, tanpa adu pendapat, dan tanpa intonasi suara yang tinggi. Tapi sayang, kali ini tentang kepercayaan. Iya, dia berbohong. Bukanmasalah besar, lagipula aku bukan bagian dari kisahnya. Dia menemukan dia! Iya, dia sudah menemukan sosok baru untuk tempatnya berbagi, aku tahu dengan cara yang lancang dan mungkin aku akan minta maaf suatu hari nanti. Sekali ini, biarkan aku yang pergi, pergi seperti apa yang pernah kamu lakukan. Pergi tanpa tahu bagaimana perasaan mereka yang akan kutinggalkan. Dan kubiarkan senja meninggalkanmu seiring langkah kakiku. Maaf, ini bukan perkara marah atau benci. Tapi ini tentang lelah dan jenuh. Aku tak mungkin terus-terusan ada di cerita yang sama, sementara peranku telah dimatikan. Aku mundur dari permainan. Dan sekali ini, aku selalu percaya dengan senja yang penuh cerita. Sekali ini, Senja, Aku Pergi..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar